Jumat, 17 Januari 2014

Aku, Kau dan Dia :"Makin Akrab"


Sabtu dan minggu, waktu yang selalu aku habiskan bersama Anisa. Ntah aku yang mengajaknya bermain atau dia yang  mengajakku bermain. Kini hari liburku selalu bersamanya. Semakin hari semakin akrab saja aku dengan dia. Jadi teringat masa-masa kecilku dulu bersamanya. Waktu yang selalu kami habiskan hanya berdua saja. Hujan tak bisa menghalangi kebersamaan kami. Ntah apa yang dia rasakan dan yang aku rasakan. Aku sudah tidak peduli lagi. Asalkan bersama dengan dia, aku sudah sangat senang.  Nampak tak terlihat lagi raut wajah yang murung itu. Pernah suatu malam aku diajaknya untuk makan malam dirumahnya. Aku yang merasa canggung jadi salah tingkah tiap kali di tanya oleh ayah dan ibunya.Terasa sekali keakraban pada malam itu. Anisa yang malu saat orang tuanya menceritakan tentang kehidupannya sewaktu di Bandung dulu. Saat dimana dia jarang bermain bersama teman-temannya di Bandung dan lebih sering berada dirumah. Dia merasa kehilangan sekali diriku katanya ibunya. Aku juga jadi malu sekali mendengarnya. Anisa hanya tertunduk malu mendengar cerita ibunya. Tidak butuh waktu lama untuk bisa akrab dengan keluarganya. Ku merasa seperti dirumah sendiri.
Benar-benar kami semakin akrab saja.  Seperti tidak ada lagi kecanggungan dan saling terbuka kami saat berbicara. Waktu itu hari Jum’at, aku sedang mengejar-ngejar dosen pengbimbingku untuk konsultasi tentang bab terakhir skripsiku. Aku mendapat pesan singkat dari Anisa untuk datang kerumahnya jam 07 malam. Meskipun saat itu aku tidak tahu kapan akan selesainya konsultasi, aku mengatakan akan datang kerumahnya. Selesai juga aku konsultasi dengan dosen pembimbingku, lalu ku lihat jam di Handphone. “Astaga, sudah pukul setengah 8 malam.” Aku lupa ada janji dengan Anisa untuk datang kerumahnya jam 7 malam. Aku pun langsung bergegas pulang untuk berganti pakaian.

Terlihat Anisa duduk di bangku depan halaman rumahnya. Aku pun menyapanya dengan tertawa cekikikan. Tampak dia menekuk mukanya tanda kalau dia sedang marah karena keterlambatan kedatanganku. Aku langsung meminta maaf dan memberikan alasannya sambil mengacak-acak rambutnya. Dia mencubit pinggangku sampai terasa sakit sekali yang kurasakan. “Itu akibatnya udah buat aku menunggu.” Katanya sambil ketawa cekikikan. Aku yang merasa kesakitan tak tinggal diam, aku langsung membalasnya dengan mengkelitikin dia sampai dia tidak kuat lagi menahan tawa dan menyerah kepadaku. Akhirnya dia tak lagi marah padaku.

0 komentar:

Posting Komentar

newer post older post Home