Selasa, 17 Desember 2013

Aku, Kau dan Dia : Pertemuan

0 komentar

            Sudah sebulan dari pernikahan Sarah. Masih terbayang di ingatanku masa-masa indah bersamanya. Rasa sakit yang selama ini kurasakan semakin membuatku terpuruk. Hatiku sudah hancur. Makan jadi tak bernapsu, semangatku kian meredup. Masa depan ku bersamanya yang sudah terencana dan tersimpan rapih kini sudah musnah. Tidak mudah memang untuk membangun kembali hati yang sudah hancur. Tak khayal Eko yang melihat keadaanku khawatir dan tak henti-hentinya menghiburku. Pernah suatu hari Eko memperkenalkan teman wanitanya kepadaku, katanya agar aku bisa membuka lembaran baru dan cepat-cepat melupakan Sarah. Tapi nampaknya semua itu percuma.
            Hari demi hari telah ku lalui, tak ingin ku cepat-cepat mencari pengganti Sarah. Meski dalam fisik aku sudah sehat, namun hati ini masih merasakan sakit.  Hingga suatu hari aku bertemu dengan seseorang. Mungkin ini yang dinamakan takdir. Waktu itu aku sedang lari pagi di taman dekat rumahku sambil menikmati udara segar di pagi hari. Sudah lama juga aku tidak lari pagi, sehingga tidak sampai 2 putaran aku sudah lelah. Aku memutuskan istirahat sejenak dengan duduk di bangku taman sambil menikmati pemandangan taman tersebut. Teringat kembali memori masa-masa indah ku bersama Sarah di taman itu.
Saat ku makin terlarut dalam lamunan, terdengar suara yang mengembalikan kesadaranku. Suara wanita yang begitu halus tengah menyapaku. Ku lihat seseorang yang menyapaku, alangkah indah wajahnya. Wajah cantik yang berhasil mengusik dan membuat hati ini bergetar. Pantulan sinar mentari pagi membantu membuat wajahnya makin cantik. Senyumannya yang manis membuatku terpesona. Tak kusangka ternyata dia adalah Nissa, teman masa kecilku yang kini aku pun tak penah melihatnya lagi  semenjak lulus SD. Begitu banyak perubahan yang terjadi padanya. Dia yang dulu terlihat cuek dalam penampilan, rambutnya bondol,  tomboy, berkulit hitam kini telah berubah menjadi seorang wanita yang cantik, anggun, berkulit putih bersih, rambutnya tergerai indah memanjang.

Cukup lama ku diam terpesona memandangnya hingga sapaan berikutnya cukup membuat ku kaget. Aku pun gugup dibuatnya, membuat dia kembali tersenyum kepadaku. Betapa indah senyumannya. Aku pun membuka obrolan dengan menanyakan kabarnya, kabar orang tuanya, dan kemana saja dia pergi selama ini 10 tahun ini. Cukup lama kami ngobrol. Aku pun baru tahu setelah lulus SD dia harus pindah ke Bandung karena tuntutan kerja ayahnya. Sekarang dia kembali lagi kesini karena ayahnya sudah dipindah tugaskan lagi ke kota ini. Dia bilang akan menempati rumah dia yang dulu dimana letaknya bersebelahan dengan rumahku. Bahagianya aku karna sahabatku sewaktu kecil telah kembali lagi kesini. Suatu pertemuan yang sangat luar biasa yang pernah ku alami. 
newer post

Aku, Kau dan Dia : Masa Sulit

0 komentar
Terbangun aku dari mimpi buruk yang selama ini terus menghantuiku, mimpi yang selama ini aku takutkan. Oh ya namaku Iman Arief Saputra, teman-teman biasa memanggilku Iman. Ku lihat jam dengan samar-samar, sudah jam 06 pagi. Entah kenapa hari ini aku tidak bersemengat sekali. Tanganku bergerak ke meja samping tempat tidurku. Bukanlah kaca mata, undangan pernikahanyang kudapat. Terdiam saat ku melihat undangan itu. Mungkin hari ini hari yang sangat suram yang pernah ku alami. Tepat pukul 09.30 pagi nanti merupakan pernikahan orang yang paling aku sayangi di dunia ini. Namanya Sarah. Dia yang selama ini selalu menyemangati kala aku sedang malas kuliah, dia yang terus menasihati jika aku melakukan kesalahan, dan dia yang selalu membuat hari-hariku penuh warna kini telah meninggalkanku dan memilih menikah dengan orang pilihan orang tuanya. Tidak ada alasan baginya untuk  menolak keinginan ayahnya. Ayahnya sedang di rawat di rumah sakit karna mengidap sakit parah dan umurnya tidak dapat bertahan lebih lama lagi.
Sudah jam 8 pagi, aku bergegas ke halaman depan rumah, dimana Eko sudah menungguku. Eko merupakan satu-satunya sahabatku. Sahabat yang terus men-support aku, yang terus mencoba menyemangati untuk bangkit dari keterpurukan. Dia sangat dekat dengan keluargaku dan aku sudah menganggapnya sebagai bagian dari keluargaku. Diperjalanan pun, aku lebih banyak tertidur untuk sekedar menenangkan pikiran. Masih terbayang di mimpi masa-masa indah bersama Sarah. Wajar saja, 5 tahun ku habiskan bersamanya. Susah senang telah kita lewati. Tak pernah sedetik pun ada keraguan didalam benakku, begitupun yang dengan dia. Mungkin ini cobaan terberat dari Allah SWT.  yang harus ku lalui.

  1 jam lebih perjalanan dari rumahku di Jakarta dengan pesta pernikahan Sarah yang diadakan di rumah orang tuanya di Bandung. Sesampainya disana, Eko pun langsung membangunkanku. Masih ada keraguan didalam hatiku untuk melangkahkan kakiku  untuk masuk kesana. Tampaknya Eko memperhatikan diriku. Dengan sambil tersenyum, Eko merangkul pundakku dan menuntunku untuk masuk kedalam. Senyumnya tampak mengisrayatkan diriku untuk terus tegar dan kuat jika sudah didalam. Mata ini tak lagi mampu menampung semua air mata kesedihan. Sakit rasanya melihat orang yang paling di sayangin duduk bersanding di pelaminan dengan orang lain. Makin terasa berat kaki ini melangkah, Eko tak henti-hentinya memegang pundakku dan menyemangatiku untuk selalu tegar menghadapi semuanya. Dia memang sahabat terbaikku. Dengan keteguhan hati aku berjalan menghampiri Sarah untuk sekedar mengucapkan selamat kepadanya. Mungkin hari ini merupakan hari terakhir aku melihatnya. Selamat tinggal Sarah, semoga kamu berbahagia dengannya.
newer post
newer post older post Home