Terbangun
aku dari mimpi buruk yang selama ini terus menghantuiku, mimpi yang selama ini
aku takutkan. Oh ya namaku Iman Arief Saputra, teman-teman biasa memanggilku
Iman. Ku lihat jam dengan samar-samar, sudah jam 06 pagi. Entah kenapa hari ini
aku tidak bersemengat sekali. Tanganku bergerak ke meja samping tempat tidurku.
Bukanlah kaca mata, undangan pernikahanyang kudapat. Terdiam saat ku melihat
undangan itu. Mungkin hari ini hari yang sangat suram yang pernah ku alami.
Tepat pukul 09.30 pagi nanti merupakan pernikahan orang yang paling aku sayangi
di dunia ini. Namanya Sarah. Dia yang selama ini selalu menyemangati kala aku
sedang malas kuliah, dia yang terus menasihati jika aku melakukan kesalahan,
dan dia yang selalu membuat hari-hariku penuh warna kini telah meninggalkanku
dan memilih menikah dengan orang pilihan orang tuanya. Tidak ada alasan baginya
untuk menolak keinginan ayahnya. Ayahnya
sedang di rawat di rumah sakit karna mengidap sakit parah dan umurnya tidak
dapat bertahan lebih lama lagi.
Sudah
jam 8 pagi, aku bergegas ke halaman depan rumah, dimana Eko sudah menungguku.
Eko merupakan satu-satunya sahabatku. Sahabat yang terus men-support aku, yang
terus mencoba menyemangati untuk bangkit dari keterpurukan. Dia sangat dekat dengan
keluargaku dan aku sudah menganggapnya sebagai bagian dari keluargaku. Diperjalanan
pun, aku lebih banyak tertidur untuk sekedar menenangkan pikiran. Masih terbayang
di mimpi masa-masa indah bersama Sarah. Wajar saja, 5 tahun ku habiskan bersamanya.
Susah senang telah kita lewati. Tak pernah sedetik pun ada keraguan didalam
benakku, begitupun yang dengan dia. Mungkin ini cobaan terberat dari Allah
SWT. yang harus ku lalui.
1 jam
lebih perjalanan dari rumahku di Jakarta dengan pesta pernikahan Sarah yang
diadakan di rumah orang tuanya di Bandung. Sesampainya disana, Eko pun langsung
membangunkanku. Masih ada keraguan didalam hatiku untuk melangkahkan
kakiku untuk masuk kesana. Tampaknya Eko
memperhatikan diriku. Dengan sambil tersenyum, Eko merangkul pundakku dan
menuntunku untuk masuk kedalam. Senyumnya tampak mengisrayatkan diriku untuk
terus tegar dan kuat jika sudah didalam. Mata ini tak lagi mampu menampung
semua air mata kesedihan. Sakit rasanya melihat orang yang paling di sayangin
duduk bersanding di pelaminan dengan orang lain. Makin terasa berat kaki ini
melangkah, Eko tak henti-hentinya memegang pundakku dan menyemangatiku untuk
selalu tegar menghadapi semuanya. Dia memang sahabat terbaikku. Dengan
keteguhan hati aku berjalan menghampiri Sarah untuk sekedar mengucapkan selamat
kepadanya. Mungkin hari ini merupakan hari terakhir aku melihatnya. Selamat
tinggal Sarah, semoga kamu berbahagia dengannya.
0 komentar:
Posting Komentar